Menyusuri Keunikan Kampung Kuta. Foto rappler.com |
Pertama mendengar namanya, yang terlintas dipikiran Klepusher mungkin adalah Pantai Kuta di Bali. Walau bernamasama, keduanya tidak ada kaitan sama sekali.
Kampung Kuta merupakan kampung adat di Jawa Barat yang memiliki banyak keunikan.
Nilai-nilai kearifan lokal yang kukuh dipegang warganya banyak mengundang rasa ingin tahu, hingga kerap dijadikan objek penelitian.Penasaran juga, Klepusher? Yuk simak terus ulasannya berikut ini.
Mengenai nama Kuta, ada versi yang menyatakan bahwa nama Kuta diambil dari kata Mahkuta atau Mahkota.
Sejarah Keberadaan Kampung Kuta
Berlokasi di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Kampung Kuta menjadi salah satu kampung adat yang masih bertahan di tengah gerusan modernitas.Mengenai nama Kuta, ada versi yang menyatakan bahwa nama Kuta diambil dari kata Mahkuta atau Mahkota.
Pada versi lain menyebutkan bahwa nama Kuta berasal dari bahasa Sunda buhun yang berarti pagar tembok.
👉Baca Juga: Yuk Jelajah 9 Tempat Wisata Air Terjun di Aceh
Wilayah Kampung Kuta memang terletak di sebuah lembah, dikelilingi bukit dan tebing menyerupai benteng pertahanan. Kondisi inilah yang oleh Raja Kerajaan Galuh dinilai cocok untuk tempat mendirikan bangunan keraton.
Sejarah keberadaan Kampung Kuta terkait erat dengan Kerajaan Galuh, yang awalnya akan dijadikan sebagai ibu kota kerajaan Galuh. Sayangnya, setelah semua bahan siap, raja urung mendirikan keraton di lokasi tersebut.
Raksa Bumi atau dikenal juga dengan sebutan Ki Bumi, dianggap cikal bakal masyarakat Kampung Kuta.
Ia merupakan utusan kerajaan Cirebon yang mendapat amanat dari leluhurnya untuk memelihara daerah peninggalan Raja Galuh. Hingga kini yang memimpin kampung adat ini ialah keturunan dari Ki Bumi.
Berbagai Pantangan di Kampung Kuta
Bentuk Rumah
Di kampung Kuta ini, rumah-rumahnya terlihat seragam, berbentuk panggung dan memanjang dengan dinding dari anyaman bambu atau triplek. Atap terbuat dari rumbia atau ijuk.Warga pantang membuat bangunan rumah yang berbeda dari itu, misalnya menggunakan semen seperti rumah-rumah di perkotaan pada umumnya.
👉Baca juga: Liburan Sekolah Bentar Lagi, Ini 9 Tempat Wisata yang Recommended untuk Warga Brebes dan Tegal
Ada makna tersendiri bagi warga Kampung Kuta terkait larangan mendirikan bangunan rumah yang bertembok dan bergenteng. Ialah supaya penghuni rumah tidak seperti dikubur.
Sebenarnya jika ditelisik lebih jauh, Klepusher, larangan ini merupakan bentuk adaptasi akan kondisi geografis Kampung Kuta.
Dengan kondisi tanah yang tidak stabil, jika membangun rumah bertembok dan bergenteng, maka kemungkinan tanahnya amblas, tidak sanggup menahan bobot.
Dalam pembangunan rumah, hari lahir kepala keluarga menentukan arah hadap rumah. Kemudian antara satu rumah dengan rumah lain tidak boleh memunggungi melainkan harus berhadap-hadapan.
Kepala keluarga harus mencari lahan lain yang masih kosong. Jika rumah yang akan dibangun sesuai hari lahir kepala keluarga ternyata posisinya memunggungi rumah lain.
Dalam pembangunan rumah, hari lahir kepala keluarga menentukan arah hadap rumah. Kemudian antara satu rumah dengan rumah lain tidak boleh memunggungi melainkan harus berhadap-hadapan.
Kepala keluarga harus mencari lahan lain yang masih kosong. Jika rumah yang akan dibangun sesuai hari lahir kepala keluarga ternyata posisinya memunggungi rumah lain.
Kamar Mandi
Warga tidak diperkenankan membuat kamar mandi sendiri-sendiri. Ada tempat-tempat tertentu yang difungsikan sebagai kamar mandi dan jamban yang dipakai bersama-sama.👉Baca juga: Komodo Di Tempat Wisata Taman Nasional Komodo Mulai Jinak
Warga Kampung Kuta tidak diperbolehkan membangun kamar mandi sendiri untuk menghindari adanya kubakan (septictank), jadi air bisa langsung mengalir ke kali. Pertimbangannya adalah sebagai pencegahan berbagai penyakit seperti demam berdarah.
Penguburan Jenazah
Warga yang meninggal tidak dimakamkan di kawasan kampung. Hal ini untuk menjaga tercemarnya air tanah. Jadi penguburan jenazah dilakukan di luar kawasan kampung.Pantangan di Leuweung Gede
Di Kampung Kuta terdapat hutan yang dikeramatkan oleh warga Kuta yang dikenal dengan nama Leuweung Gede. Dalam bahasa Sunda artinya hutan besar.Ketika memasuki Leuweung Gede, tidak diperkenankan memakai alas kaki ataupun membawa tas.
Selama berada di hutan yang dikeramatkan tersebut, kita harus menahan untuk tidak meludah, dan tidak membuat kegaduhan.
Tidak diperkenankan mengambil apapun dari dalam hutan apalagi merusak apa yang ada di hutan.
Pastikan Klepusher tidak memakai perhiasan emas apapun saat akan ke Leuweung Gede.
Pastikan Klepusher tidak memakai perhiasan emas apapun saat akan ke Leuweung Gede.
Menurut sesepuh Kampung Kuta, banyak yang memasuki hutan tidak melepas perhiasannya dan akhirnya perhiasan-perhiasan tersebut hilang.
👉Baca juga: Pasir Gibug, Idola Baru Objek Wisata Alam di Kabupaten Brebes.
Bagi wanita yang sedang datang bulan tidak diperkenankan memasuki kawasan Leuweung Gede.
Mendapatkan Kalpataru
Kearifan lokal mengantarkan Kampung Kuta memperoleh penghargaan Kalpataru untuk kategori Penyelamat Lingkungan. Warga Kuta dinilai berhasil menjaga keseimbangan alam dan melestarikan lingkungan.
Tradisi Upacara Adat Warga Kuta
Masyarakat Kampung Kuta memegang kuat tradisi yang diwariskan leluhur.Banyak tradisi yang terus dipertahankan, salah satunya adalah tradisi upacara adat. Beberapa tradisi upacara adat yang rutin dilaksanakan warga Kampung Kuta, di antaranya upacara adat nyuguh, upacara adat sedekah bumi, dan babarit.
Situs Bersejarah
Kampung Kuta memiliki banyak situs sejarah yang berkaitan dengan legenda Kerajaan Galuh, berikut beberapa yang paling menarik :Leuweung Gede
Seperti disebutkan di atas, terdapat pantangan-pantangan yang harus dipatuhi ketika memasuki kawasan Leuweung Gede. Semua pantangan atau larangan dimaksudkan untuk menghindarkan hutan dari pencemaran.👉Baca juga: Harga tiket masuk wisata Borobudur Mahal? Masih ada yang lebih mahal lho. Ini info dan Foto-fotonya...!
Upaya tersebut tidak sia-sia, hingga saat ini kita masih bisa menemukan mata air yang jernih di pinggir hutan.
Menurut cerita, jika Klepusher pernah mendengar legenda asal-usul Gunung Tangkuban Parahu, di hutan inilah Dayang Sumbi dibuang.
Leuweung Gede hanya dapat dikunjungi pada hari Senin hingga Jumat, dari jam 8 pagi sampai jam 4 sore.
Gunung Barang
Pada saat akan mendirikan keraton Kerajaan Galuh, yang kemudian urung, barang-barang yang sedianya digunakan untuk membangun akhirnya ditimbun.Timbunan barang-barang tersebut kemudian menjadi gundukan tanah menyerupai bukit. Banyak pengunjung yang datang ke tempat ini sengaja untuk bersemedi.
Gunung Padaringan
Warga Kampung Kuta meyakini bahwa keberadaan Gunung Padaringan membuat mereka tidak kekurangan akan pangan.Orang Sunda mengenal padaringan sebagai nama tempat penyimpanan beras.
Di dekat Gunung Padaringan terdapat pohon besar dengan lubang di tengahnya. Menurut yang dipercayai warga, di sana hidup tokek besar.
Kampung Kuta telah swasembada beras sejak lama karena memang semua warganya bermatapencaharian sebagai petani.
Di dekat Gunung Padaringan terdapat pohon besar dengan lubang di tengahnya. Menurut yang dipercayai warga, di sana hidup tokek besar.
Kampung Kuta telah swasembada beras sejak lama karena memang semua warganya bermatapencaharian sebagai petani.
Ciasihan
Ciasihan berlokasi di tengah kampung Kuta, merupakan tempat pemandian yang airnya bersumber dari sebuah mata air.Kerap disambangi oleh orang-orang yang mempercayai akan mudah dapat jodoh setelah mandi di sana.
Itu tadi keunikan-keunikan yang terdapat di Kampung Kuta. Semoga cukup menjawab penasaran kamu ya.
Itu tadi keunikan-keunikan yang terdapat di Kampung Kuta. Semoga cukup menjawab penasaran kamu ya.
Jadi, kapan ke Kampung Kuta?
0 Komentar
Silahkan berkomentar dengan bahasa yang komunikatif, sopan, berbobot, dan tentunya yang relevan.
Jika kedapetan mengandung unsur p#rn#, ujaran kebencian, Sara, politik, link aktif, hoax maka akan dihapus.
✌❤😁
🙏Terimakasih🙏